Lebaran Anak Rantau
Siapa yang tak bahagia ketika berkumpul bersama keluarga besar saat hari Raya Idul Fitri? Hari yang paling ditunggu selama setahun, karena bisa berkumpul dengan keluarga yang pulang merantau. Ya, seperti dirimu yang saat ini sedang merasakannya.
Lebaranmu hari ini adalah lebaran yang sangat hampa, terlihat kedua matamu memperhatikan sekumpulan keluarga yang saling mengunjungi rumah satu sama lain dengan membawa hadiah dan berbagi makanan sambil mengobrol. Satu-satunya yang kamu inginkan hari ini, saat kamu membuka matamu hanyalah: dirimu menghilang ditelan bumi.
“Mungkin hanya bumi yang mau menerimaku saat ini, yang menemaniku disaat aku sedang sendirian,” sesalmu saat menatap bayanganmu sendiri di cermin.
Momen yang paling dirindukan ketika kau sedang merantau adalah berkumpul dengan keluarga. Bisa berkumpul dengan keluarga ialah suatu kebahagian bagi anak rantau. Baik yang merantau karena sedang menempuh pendidikan atau juga yang mengadu nasib di perantauan (Bekerja).
Selain itu, yang tak kalah seru ialah soal makanan super lezat dan kue-kue kering yang menggugah selera. Seperti opor ayam, rendang, ketupat dan segala macam masakan khas lebaran, yang terkadang hanya disajikan pada lebaran Idul Fitri.
Tapi terkadang, harapanmu tak sesuai dengan isi dompetmu. Banyak juga anak rantau yang justru tak mudik ke kampung halamannya, terkendala oleh ongkos pulang kampung yang membuat kantongmu jebol.
Kau yang sambil mengunnyah makanan mengatakan, “ Saya mah masih mahasiswa yang hidup pas-pasan di rantau, yang penting bisa kuliah dan terpenuhi untuk makan sehari-hari itu saja sudah cukup. Apalagi, jika lebaran bisa pulang kampng, bertemu dengan keluarga pasti saya sangat bersyukur sekali. “
Jarak dengan keluarga dan tanah perantauan sangatlah jauh, akan tetapi tidak pernah menghalangi rasa sayang untuk orang tuamu. Di kala sedang sibuknya bekerja untuk memberikan yang terbaik untuk bekerja, orangtuamu tak akan pernah lupa mencoba berkomunikasi lewat telepon hanya untuk sekadar menanyakan kabarmu.
Pelukan hangat yang tidak dapat kau lakukan saat itu yang berbakti harus mengadu nasib di Kota lain agar dapat membahagiakan kedua orang tuamu kelak.
Bagaimana mungkin kamu akan bisa kembali berpura-pura bahwa tidak ada apa-apa di hidupmu?
Bagaimana pula kamu akan menutupi segala sedihmu?
Dengan senyum pura-pura, ataukah riasan yang palsu?
Komentar